Selasa, 02 Desember 2014

MAKALAH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Diposting oleh Sofi di 20.21

MAKALAH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)
  1. LATAR BELAKANG
  1. Orde Lama-Kabinet Djuanda
Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.
  1. Operasi Budhi
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
  1. Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama kegagalan pemberantasan korupsi. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru. Bottom up berarti pemberantasan korupsi dilakukkan setelah adanya laporan masyarakat atau aduan, sedangkan top down berarti pemberantasan korupsi dilakukan dengan perintah atasan.
  1. Era Reformasi
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.

  1. DASAR HUKUM
  1. UU RI No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  2. Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  3. PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

  1. STRUKTUR ORGANISASI
  1. KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)
Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.Pada tahun 2007 Taufiequrachman Ruki digantikan oleh Antasari Azhar sebagai Ketua KPK. Sekarang sejak Desember 2011, KPK diketuai oleh Abraham Samad
  1. KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)
Kontroversi Antasari Azhar saat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2000-2007)yang gagal mengeksekusi Tommy Soeharto tidak menghalangi pengangkatannya menjadi Ketua KPK setelah berhasil mengungguli calon lainnya yaitu Chandra M. Hamzah dengan memperoleh 41 suara dalam pemungutan suara yang dilangsungkan Komisi III DPR. Kiprahnya sebagai Ketua KPK antara lain menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani dalam kaitan penyuapan kasus BLBI Syamsul Nursalim. Kemudian juga penangkapan Al Amin Nur Nasution dalam kasus persetujuan pelepasan kawasan Hutan lindungTanjung Pantai Air Telang, Sumatera Selatan. Antasari juga berjasa menyeret Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Tantowi Pohan yang juga merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke penjara atas kasus korupsi aliran dana BI. Statusnya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Mei 2009 memberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK.
  1. KPK di bawah Tumpak Hatorangan Panggabean (Pelaksana Tugas) (2009-2010)
Mantan Komisaris PT Pos Indonesia, Tumpak Hatorangan Panggabean terpilih menjadi pelaksana tugas sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)dan dilantik pada 6 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Serta ditetapkan berdasarkan Perppu nomor 4 tahun 2009 yang diterbitkan pada 21 September 2009.Pengangkatannya dilakukan untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK setelah ketua KPK Antasari Azhar dinonaktifkan dan diberhentikan akibat tersangkut kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.Dibawah masanya memang KPK ber­hasil me­ne­tap­kan be­­kas Men­­­teri So­­sial (Men­sos) Bachtiar Cham­­syah se­ba­gai ter­sangka da­lam kasus du­ga­an ko­rupsi pe­nga­daan mesin ja­hit dan impor sapi. Selain itu, KPK juga ber­ha­sil mene­tapkan Guber­nur Kepu­lauan Riau (Ke­pri), Ismet Ab­dullah sebagai ter­sangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran. Tapi beberapa kasus masih man­dek penanganannya, mi­sal­­nya saja, kasus Bank Century, mem­buat peni­laian bahwa lem­baga itu mulai me­lempem.Pada tanggal 15 Maret 2010 beliau diberhentikan dengan Keppres No. 33/P/2010 karena perpu ditolak oleh DPR.
  1. KPK di bawah Busyro Muqoddas (2010-2011)
M. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum dilantik dan diambil sumpah oleh Presiden RI pada 20 Desember 2010 sebagai ketua KPK menggantikan Antasari Azhar. Sebelumnya, Busyro merupakan ketua merangkap anggota Komisi Yudisial RI periode 2005-2010. Pada saat sebagai ketua sangat sering mengkritik DPR , yang terakhir terkait hedonisme para anggota DPR. Pada pemilihan pimpinan KPK tanggal 2 Desember 2011 beliau "turun pangkat" menjadi waki ketua KPK. Busyro hanya memperoleh 5 suara dibandingan Abraham Samad yang memperoleh 43 suara. Serah terima jabatan dan pelantikan dilaksanakan pada 17 Desember 2011.
  1. KPK di bawah Abraham Samad (2011-2015)
DR. Abraham Samad SH. MH menggantikan Busyro Muqoddas sebagai ketua KPK selanjutnya. Pada tanggal 3 Desember 2011 melalui voting pemilihan Ketua KPK oleh 56 orang dari unsur pimpinan dan anggota Komisi III asal sembilan fraksi DPR, Abraham mengalahkan Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja. Abraham memperoleh 43 suara, Busyro Muqoddas 5 suara, Bambang Widjojanto 4 suara, Zulkarnain 4 suara, sedangkan Adnan 1 suara. Ia dan jajaran pimpinan KPK yang baru saja terpilih, resmi dilantik di Istana Negara oleh Presiden SBY pada tanggal 16 Desember 2011. Lima pimpinan KPK periode 2011-2015 adalah Abraham Samad, Bambang Widjodjanto, Zulkarnaen, Adnan Pandu Pradja, dan Busyro Muqoddas. Beberapa kasus yang mencuat saat Abraham samad memimpin adalah Kasus Korupsi Wisma Atlet, Kasus Korupsi Hambalang, Kasus Gratifikasi Impor Daging Sapi, Kasus Gratifikasi SKK Migas, Kasus Pengaturan Pilkada Kabupaten Lebak. Beberapa orang yang ditangkap/ditahan/dituntut KPK diantaranya adalah: Andi MalarangengMuhammad NazaruddinAngelina SondakhAnas UrbaningrumAkil MochtarRatu Atut ChosiyahAhmad FathanahLuthfi Hasan IshaqRudi Rubiandini, dll.




  1. KASUS-KASUS YANG DIATASI
  1. Kasus Gayus Tambunan
Begitu banyak kasus penyalah gunaan jabatan serta kasus pencucian uang, yang secara umum disebut dengan korupsi terjadi di Indonesia. Korupsi tidak mengenal jabatan, baik karyawan biasa hingga pejabat tinggi negara bisa saja melakukan tindak kejahatan korupsi, korupsi juga tidak mengenal instansi, korupsi dapat terjadi di instansi manapun baik instansi negeri atau pemerintah maupun swasta.
Untuk memenuhi tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi, saya akan membahas mengenai pelanggaran hukum dalam bidang ekonomi yaitu kasus korupsi yang diketahui dilakukan oleh Pegawai Golongan III-A Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan.
Dugaan yang dituduhkan kepada Gayus
1)      Mengenai perbuatan  mengurangi keberatan pajak PT. Surya Alam Tunggal dengan total Rp 570.952.000 ,-
2)      Gayus terbukti menerima suap sebesar Rp 925.000.000 ,- dari Roberto Santonius, konsultan pajak terkait dengan kepengurusan gugatan keberatan pajak PT. Metropolitan Retailmart.
3)      Pencucian uang terkait dengan penyimpanan uang yang disimpan di safe deposit box Bank Mandiri cabang Kelapa Gading serta beberapa rekening lainnya.
4)      Gayus menyuap sejumlah petugas Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok, serta kepala Rutan Iwan Susanto yang jumlahnya sebesar Rp 1.500.000 ,- hingga Rp 4.000.000 ,-.
5)      Gayus memberikan keterangan palsu kepada Penyidik perihal uang sebesar Rp 24.600.000.000 didalam rekening tabungannya.
Potensi kerugian yang ditanggung oleh Negara
Korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan mengakibatkan negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 645,99 Milyar dan US $ 21,1 juta dan dua wajib pahak yang terkait dengan sunset policy dengan potensi kerugian sebesar Rp 339 Milyar.
Pasal serta jeratan hukum yang menjerat kasus Gayus Tambunan
1)      Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (TIPIKOR), dimana Gayus Tambunan diduga memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara sebesar RP 570.952.000 ,-, terkait penanganan keberatan pajak PT. Surya Alam Tunggal Sidoarjo.
2)      Pasal 5 ayat 1a No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, dimana Gayus Tambunan dituding melakukan penyuapan sebesar $ 760.000 terhadap penyidik Mabes Polri M Arafat Enanie, Sri Sumartini, dan Mardiyani.
3)      Pasal 6 ayat 1a No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi karena Gayus diketahui memberikan uang sebesar US $ 40.000 kepada Hakim Muhtadi Asnus, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang.
4)      Pasal 22 No.31 Tahun 1999 mengenai Undang – undang tidak pidana korupsi, dimana gayus didakwa telah dengan sengaja memberi keterangan yang tidak benar untuk kepentingan penyidikan.
Kronologi kasus gayus
Pada tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SDPD). Dalam surat tersebut tersangka Gayus diduga melakukan tindak pidana korupsi, pencucian uang dan penggelapan dengan diketahuinya rekening sejumlah Rp 25 Milyar pada Bank Panin cabang Jakarta milik Andi Kosasih pengusaha asal Batam yang menggunakan jasa pihak kedua untuk melakukan penggandaan tanah, yang setelah ditelusuri ternyata berkas tersebut belum lengkap.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 12 Maret, Gayus hanya dituntut satu tahun percobaan dan divonis bebas. Pada tanggal 24 Maret 2010, Gayus bersama 10 rekannya meninggalkan Indonesia menuju Singapura. Tanggal 30 Maret 2010, polisi berhasil mengetahui keberadaan Gayus di Singapura.
Pada tanggal 31 Maret 2010, tim penyedik memeriksa tiga orang lainnya selain Gayus Tambunan termasuk Bridgen Edmond Ilyas. Pada tanggal 7 April 2010, anggota III DPR mengetahui keterlibatan seorang Jenderal Bintang Tiga yang ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak dengan aliran dana sebesar Rp 24 Milyar.
Keputusan sidang akhir kasus Gayus Tambunan
Keputusan sidang akhir terdakwa kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta adalah hukuman sebesar 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300.000.000 ,- dengan ketentuan apabila denda tidak dapat dibayarkan maka akan ada penggantian berupa pidana kurungan selama 3 bulan.

  1. Kasus Nazaruddin
LatarBelakang
            Kasus korupsi suap wisma atlet sangat menyita perhatian publik (masyarakat). Hal ini dikarenakan para pelakunya adalah  petinggi di jajaran instansi pemerintahan dan anggota DPR. Pengusutan Kasus wisma atlet ini berawaldari kasus proyek pembangunan jalan tol tengah di Surabaya, JawaTimur. Dari perkara itulah dari hasil pelacakan ditemukan adanya persengkongkolan dalam proyek pembangunan wisma atlet di Palembang.Awal mula Tim KPK melakukan penyelidikan proyek pembangunan wisma atlet tersebut, atas usulan deputi penindakan KPK berdasarkan pengembangan dari proyek yang berada di Surabaya.
Sesungguhnya pengusutan Kasus Proyek Wisma Atlet itu berawal dari ketidaksengajaan.Pada bulan Maret 2011 terkait kasus Jalan Tol di Surabaya.Pada bulan itu di Surabaya memang tengah ramai kasus Proyek Tol Tengah.Pada Proyek tersebut terjadi perseteruan antara DPRD Kota Surabaya yang setuju pembangunan tol dan Walikota yang menolak Pembangunan.Pada akhirnya perseteruan itu dimenangkan oleh DPRD Kota Surabaya, proyek pembangunan jalan Tol tengah tersebut hampir mencapai 5 Trilliun, dan bakal dibiayai perusahaan konsorsium.Dengan tetap menggunakan nama PT.MJT, saham perusahaan dibagi menjadi: PT.JasaMarga 55 %, PT.DGI 20 %, PT.PP 20 % danPT. Elnusa 5 %. PT DGI yang ikutdalam proyek ini adalah perusahaan yang kini bermasalah dalam kasus pembangunan wisma Atlet.
Diduga ada permainan tender, maka sampailah sebuah informasi ke KPK terkait permasalahan pembangunan proyek tersebut.Diduga kuat ada praktik tidak sehat untuk melancarkan proyek tersebut dan dalam proses tender. Kebetulan salah satu pejabat KPK yakni Deputi Penindakan Ade Raharjamen dapat informasi tersebut, apalagi beliau sebelumnya bertugas di kepolisian di Surabaya.Tidak aneh jikaNazaruddin, dalam pernyataannya menuduh Ade Raharja sengaja mereka yasakasus dirinya.
KPK mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada dugaan main mata antara anggota DPRD dengansejumlah perusahaan yang ikut dalam tender proyek tersebut.Berawal dari informasi tersebut, dimulailah pemantauan terhadap beberapa politisi di DPRD, demikian juga dengan para perusahaan yang terlibat, dan salah satunya PT DGI (Duta Graha Indah).Selama jalannya pemantauan, KPK tidak cukup menemukan bukti yang jelas terkait kasus jalan tol tengah Surabaya.Yang ada malah secara tidak sengaja, KPK menemukan bahan lain, yakni terkait PT DGI yang menjadi pemenang tender proyek Wisma Atlet Palembang.Ketika diselidiki, ternyata ada dugaan proses yang tidak sehat, dan terdapat deal-dealan dengan pihak tertentu untuk dapat meloloskan perusahaan PT DGI sebagai pemenang tender.
Dari situlah KPK mulai fokus dan secara intensif mengawasi para Pejabat PT DGI, salah satunya Manajer Marketing M. EL Idris.Dan diketahui El Idris melakukan beberapa kontak dengan sejumlah penyelenggara Negara.
Setelah intensif melakukan monitoring dan pengawasan terkait dugaan suap yang merugikan Negara dan menjalarnya penyakit masyarakat yakni korupsi dan penggelembungan dan aakhirnya membuahkan hasil. Setelah beberapa kali terkecoh terkait transksi suap karena batal dilakukan, akhirnya sampailah pada transaksioleh PT DGI (El Idrisdan Rosa) dengan Sesmenpora Wafid Muharam.Tanggal 20 April KPK mencatat ada komunikasi intens antar 2 pihak tersebut.
KPK pun mulai bergerak, dan kedua pihak tertangkap basah sedang bertransaksi.Saat penangkapan tidaka terjad iinsiden yang besar, Wafid panik dan kemudian menyebar uang dimana-mana.Bahkan ce k dan bebera uang sampai diberikan ke sopir dan ajudannya.ada pula uang yang berserakan dilantai. Dari peristiwa penggerebekan transaksit ersebutlah cerita tentang keterlibatan M. Nazaruddin muncul.
Selain kasus wisma atlet, Nazaruddin jugadiduga terlibat sejumlah kasus lain, antara lain kasus tindak pidana pencucian uang terkait pembelian saham perdana PT Garuda Indoneisa (masih dalam penyidikan), kasus Hambalang (penyelidikan), kasus pengadaan proyek wisma atlet (penyelidikan), kasus korupsi wisma atlet SEA Games yang menjerat Angelina Sondakh (penyidikan), pengadaan alat laboratorium di sejumlahuniversitas (penyidikan), dan kasus proyek Revitalisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) di Kementerian Pendidikan Nasional tahun anggaran 2007 (penyelidikan).

Penyelesaian
Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuntut terdakwa perkara suap wisma atlet SEA GAMES, M Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Jakarta, Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dituntut hukuman 7 tahun penjara serta denda Rp 300 juta subside enambulan.

  1. Kasus Angelina Sondakh

Latar belakang
Anggota DPR bernama Angelina Sondakh dijerat kasus hukum. KPK menduga anggota komisi 10 DPR ini menerima suap terkait dengan proyek pembangunan Wisma Atlet di Kemenpora. Dari pengembangan penyidikan KPK menemukan indikasi suap tersebut juga terkait dengan pembahasan anggaran di Kemendiknas tahun 2010. KPK pun menyangkakan Anggelina melanggar pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 atau pasal 12 huruf a undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kasusnya ini merupakan bagian dari rangkaian kasus korupsi dan suap menyuap dalam proyek Wisma Atlet di Sumatera Selatan. Dugaan juga dikuatkan dengan jumlah kekayaannya yang tidak sebanding dengan gajinya. Jaksa penuntut umum Kresno Anton Wibowo pernah mengungkapkan ada kejanggalan dari harta Angelina pada sidang penuntutannya. Kejanggalan itu adalah setoran tunai sebesar Rp 2,520 miliar selama 2010. Uang itu sebagian dikirim melalui rekening asisten Angie, Lina Wulandari, melalui Bank Mandiri.
Menurut jaksa, setoran itu janggal karena dalam setahun pendapatan dari gaji Angie hanya sebesar Rp 792 juta. Masalah gaji ini pun dinilai janggal. Angelina mengaku bergaji Rp 50 juta. Padahal temuan jaksa, gaji Angie hanya Rp 40 juta per bulan.
Tindakan KPK
Pada Februari 2013, Angelina kemudian didakwa dan dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara, namun baru masuk penjara KPK pada April 2013. Dalam kelanjutannya, pada November 2013 Angelina kembali dipanggil ke sidang terkait penambahan masa tahannanya dari 4,5 tahun menjadi 12 tahun. Selain itu Angelina Sondakh juga diwajibkan untuk mengembalikan uang suap sebesar Rp12,58 miliar dan 2,35 juta USD yang sebelumnya sudah dikantongi Angie. Apabila tidak dibayarkan, maka Angie harus membayarnya dengan masa kurungan selama 5 tahun.
Hukuman yang diterima Angie inipun terbilang cukup mengejutkan, namun banyak pihak yang setuju akan hal ini. Pakar hukum Margarito misalnya, ia menilai bahwa penambahan hukuman Angie adalah langkah yang tepat.







DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogi ( Teman baru Bugi dan Bogi ) Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea